Idul Fitri, Menuju Insan yang Kamil

Idul Fitri
Dr. Mukhsinuddin ,S.Ag,M.M, Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

Idul Fitri, Menuju Insan yang Kamil

Oleh :

MenCand Dr. Mukhsinuddin ,S.Ag,M.M

Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

 

Saat ini kita merayakan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah , 2022 Miladiyah dan ini sebuah kemenangan yang sangat besar bagi orang-orang yang beriman dan berpuasa pada bulan Ramadhan. Karena kita telah menunaikan kewajiban berpuasa selama sebulan penuh sesuai dengan perintah dan anjuran Allah Subhana Wataala.

Ketika kita dalam bulan Ramadhan itu berbagai halangan dan rintangan, baik secara fisik atau psikologis telah kita hadapi dengan penuh kearifan pikiran dan perasaan, dan hal ini kita dilakukan semata-mata karena mencari ridha Allah Swt. dengan penuh ketaatan terhadap perintah Allah Swt. Pada Pesan Rasulullah menjelaskan : Bagi orang yang berpuasa dengan dasar iman dan penuh pengharapan serta perhitungan akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu. (HR. Muslim).

Perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun ini bagi kita semua sebagai seorang muslim kembali pada hakikat kejadian yang fithrah dan diwarnai dengan sifat-sifat insan kamil dalam bingkai “Taqwa” sebagai tujuan akhir dari proses pelaksanaan ibadah Puasa secara menyeluruh. Adapun Ciri orang “taqwa” sebagaimana digambarkan dalam Al-qur’an (Al-Baqarah: 3-4) adalah: Pertama, orang-orang yang beriman kepada yang ghaib. Kedua, orang-orang yang mendirikan Shalat Ketiga, orang-orang yang menafkahkan sebagian rizki yang telah dianugerahkan Allah SWT. Keempat, beriman kepada kitab Al-qur’an dan kitab-kitab yang telah diturunkan kepada umat sebelumnya. Kelima, meyakini akan kehidupan hari akhirat nantinya.

Maka Itulah orang orang yang Allah berikan predikat Taqwa dengan menjadi insan yang kamil, mereka akan menjadi panutan dalam kehidupan umat, mereka akan menjadi sebagai pemimpin umat semuanya. Bila ini bisa label Taqwa ini terlaksana dengan baik pasti kehidupan umat akan terasa sejuk dan akan membentuk karakter Bangsa yang baik pula.

  • Makna Taqwa dalam Hidup

Ketaqwaan seseorang selalu berhubungan dengan dimensi aksiologis yang berwujud pada sistem nilai yang menjadi tuntunan semua muslim menyangkut antara mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana yang halal dan haram dilakukan. Kesadaran aksiologis ini mengharuskan manusia sebagai muttaqin bertanya tidak hanya sekedar “Apa yang harus dilakukan” tetapi juga “Apa yang sebaiknya dan semestinya dilakukan,” Disinilah letak perbedaan dengan orang-orang rasionalis yang hanya bisa bertanya ”Apa yang bisa saya lakukan,” yang implikasinya adalah pencapaian bersifat tehnis, dalam melakukan segala perbuatan baik. Sementara orang orang muttaqin akan memiliki sikap kehati-hatian, berorientasi jangka panjang, penuh makna dan nilai dan memiliki kepedulian terhadap orang lain.

Menurut Sayid Quthub dalam tafsirnya “Fi Dhilal Al-qur’an” bahwa orang-orang muttaqin memiliki tugas yang ditetapkan Allah (al-Wadhifatul Ilahiyah) yang tercermin pada hakikat penciptaan manusia yang mengemban tugas-tugas pengabdian (ibadah). Semua aktifitas manusia harus difungsikan untuk kepentingan yang bernilai ibadah. Kalau manusia dapat melakukan tugas-tugas ini, maka berarti ia telah melakukan tugas-tugas ilahiyyah (Faqad haqqaqa wujuda ghayatihi) Sebaliknya, orang-orang yang tidak dapat melakukan tugas-tugas tersebut, maka ia telah gagal dalam pencapaian tujuan hidupnya (Faqad abthala wujuda ghayatih)

Semua aktifitas manusia ini berwujud pada amaliyah ibadah yang tujuannya tidak hanya menciptakan kesalehan ritual, tetapi juga harus merangkum kesalehan sosial dalam diri manusia. Kedua tujuan ini dapat dilihat pada adanya kewajiban amaliyah dalam kehidupannya, melakukan Sholat, berzakat dan bersedekah bagi orang-orang yang telah diberikan kemamampuan material oleh Allah SWT. Dalam sejarah kita kenal dengan “perang kemurtadan” bagi orang-orang yang tidak membayar zakat dan ini dilakukan oleh Khalifah yang pertama “Abu Bakar As-Shiddieq” sikap Abu Bakar ini menunjukkan kepada kita beberapa hal penting itu , antara lain adalah: Pertama, Negara harus campur tangan dalam upaya menggiatkan masyarakatnya agar dapat menunaikan kewajiban berzakat dan kewajiban lain secara proporsional. Kedua, orang-orang yang miskin harus menjadi perhatian utama dari pemerintah dengan pengelolaan Zakat , infak dan sedeqah dengan manajemen yang baik dan benar.

  • Menuju Kepada Fitrah Kesucian

Bila kita melihat dalam kehidupan umat manusia adalah kemiskinan dan kebodohan sebagai sebuah tantangan bagi semua manusia. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam dalam berbagai level, baik individu atau kelompok harus menyatukan persepsi untuk memberantas masalah kemiskinan dan kebodohan ini secara lebih bersahaja melalui keseharian kita, terutama pemerintah dan organisasi -organisasi sosial yang mewadahi kita secara bersama-sama. Inilah yang digambarkan dalam Al-qur’an sebagai orang-orang atau kelompok yang senantiasa menginginkan kebaikan dan keampunan dari Allah SWT. (Al-qur’an, Ali Imran: 133-136).

Dan bersegeralah kamu kepada (mengerjakan amal-amal yang baik untuk mendapat) keampunan dari Tuhan kamu, dan (mendapat) Syurga yang bidangnya seluas segala langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa; Dan Orang-orang yang demikian sifatnya, balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, dan Syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itulah sebaik-baik balasan (bagi) orang-orang yang beramal. Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka - dan memang tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah -, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya).Dan yaitu orang-orang yang mendermakan hartanya pada masa senang dan susah, dan orang-orang yang menahan kemarahannya, dan orang-orang yang memaafkan kesalahan orang. Dan (ingatlah), Allah mengasihi orang-orang yang berbuat perkara-perkara yang baik;.

Dari itu dalam mewujudkan Hari Fitri ini sebagai hari kembali kepada kesucian dan kefitrahan kita bagi kita umat Islam sebagai orang-orang yang sukses dan menang dalam menjalankan ibadah Ramadhan saat ini dalam mencari keampunan Allah Swt, mampu menjaga dan beramal serta beraktifitas dalam bingkai ketaqwaan yang menghiasi kehidupan kita sebagai hamba Allah SWT. Dan kepada Pemimpin dan masyarakat untuk menjaga kesucian itu yang telah diraih dengan melaksanakan aktifitas secara jujur dan amanah dalam menjaga kehidupan setelah kita melakukan Ramadhan tahun ini dan menyongsong Hari Fitri yang lebih baik dan Berarti dengan gemilang dan gembira , sehingga kita bisa menjaga amalan dan perbuatan kita sesuai dengan kesucian dalam bingkai Idul Fitri.

Dari itu mari kita raih dan capai kemenangan pada Idul Fitri tahun ini dalam bingkai melaksanakan amalan-amalan yang sudah kita laksanakan pada bulan Ramadhan yang lalu, dengan berbagai ibadah dan amalan wajib, shadaqah, dan berbuat kebaikan terhadap sesama kita dalam hidup ini semoga dengan perayaan hari raya Idul Fitri tahun 1443 H untuk lebih baik dan berkualitas hidup kita menuju insan yang kamil, semoga. Amin. Ya Rabbal alamin.

Komentar

Loading...
error: Content is protected !!