Kerisauan Kehidupan Generasi Milenial

Laporan ,
Generasi Milenial
Mukhsinuddin, S.Ag, M.M, Penulis adalah Candidat Doktor Ilmu Manajemen pada Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh Aceh Barat | Ist

Bimcmedia.com, Opini : Dalam sebuah tulisan yang ditulis oleh Howe dan Strauss (2000), disebutkan bahwa generasi milenial hidup pada era yang memiliki nilai individualisme tinggi, mengutamakan keterbukaan, dan gaya hidup bebas. Generasi milenial juga tumbuh dalam keadaan yang lebih makmur dibandingkan dengan generasi sebelumnya, sehingga kebutuhan terpenuhi oleh orang tuanya. Maka dari itu ada beberpa ciri perilaku kehidupan generasi milenial yang berpengaruh terhadap pergeseran perilaku dalam hidupnya. Generasi milenial sangat pemilih dalam membeli produk dan jasa karena mereka dimanjakan dengan berbagai pilihan. Generasi ini merasa bahwa pilihan yang berlimpah yang merupakan generasi experiential and exploratory learning.

Bagi generasi milenial sangat mudah beradaptasi dengan teknologi. komputer, internet, dan gadget sebagai menjadikan teman dalam kehidupan generasi ini. Mereka sangat menyukai permainan (gamers). Dan bisa rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain online, komputer, gadget, ataupun video games. Generasi ini memiliki teman banyak dan senang berkomunikasi menggunakan media sosial, instant messaging. Dan senang berkomunikasi terus menerus di mana pun selalu terhubung menggunakan media social yang ada saat ini.
Saat ini kita berada pada zamannya kehidupan generasi milinial berbagai kehidupan yang mudah dan bisa diakses oleh semua orang. Maka dari itu kita melihat kehidupan para generasi milinial saat ini telah sampai kepada dalam tatanan kerawanan krisis yang merisaukan kita semua. baik krisis moralitas, pelecehan seksual , pemakaian narkoba yang telah membawa malapetaka generasi kita ke depan, keprihatinan kita juga saat ini adalah tentang maraknya perrmainan Game online di warung dan kafe-kafee di seluruh kehidupan mereka, bahkan terlena dengan kehidupan yang sia-sia.

Perlu Pembinaan Keluarga
Kehidupan ini semua adalah sebuah tanggung jawab dan tantangan bagi kita semua, baik sebagai pendidik, orang tua, pemerintah, sekalipun masyarakat. Sebagai pendidik bagaimana membina, mendidik anak didiknya untuk dapat menerima ilmu pengetahuan (Knowledge) yang ditransferkan kepadanya, sehingga generasi ini dapat mengamalkan dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya sekaligus sebagai keteladanan yang harus mereka ikuti dan teladani. Dalam tulisan Prof . Dr. Zakiah Darajat, menuliskan bahwa bagi anak sejak dini dibekali dan ditanamkan nilai-nilai agama (Ad-Din) dalam jiwa mereka, sehingga dalam pertumbuhannya mereka mampu akan membawa ke arah yang baik dan positif.

Nilai dengan keyakinan agama itu kehidupan mereka akan mengatur tingkah laku dan sikapnya secara otomatis dari dalam, mereka akan takut melakukan yang dilarang dalam ajaran Islam, aplikasi iman dalam jiwanya tidak akan melakukan dan melanggar ketentuan Allah Subhana Wataala dan norma-norma hukum dalam masyarakat.

Keluarga adalah sebagai tempat awal dalam pembentukan suasana hidup dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga telah menemukan suasana keagamaan dan melaksanakan nilai-nilai Ilahiyah, hidup penuh dalam kasih sayang orang tua dan sopan santun, maka tindakannya itu akan membawa kepada pengalaman yang mereka lihat dari kehidupan dalam keluarga, masyarakat dan tempat pendidikan.

Kehidupan para generasi ini berkembang menurut didikan orang tuanya, orang tua yang bijak tentu mengarahkan anaknya ke arah yang lebih baik dan punya karakter, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallah alaiwasallam bahwa : “Setiap anak yang dilahirkan adalah suci tetapi orang tuanyalah yang membawa anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (Al-Hadits).

Dari kontek penjelasan Rasulullah di atas patut kita cermati secara ekplisit bahwa eksistensi orang tua dalam mendidik anaknya sangat terpatron kepada arah yang dibawa oleh orang tuanya. Filosof Islam Ibnu Al-Jauzi dalam bukunya “Ath-Thib Ar-ruhani” menuliskan fokusnya terhadap pembentukan jiwa anak, serta pendidikan budi pekerti yang harus dilakukan mulai di dalam keluarga. Bila anak-anak dibiarkan secara bebas akan membawa kehidupan yang kurang baik, sehingga sulit untuk mengembalikan kepada kebiasaan yang bermoral dan berkarakter.

Anak itu adalah amanah Allah Subhanawataala kepada orang tua, mereka bagaikan permata yang mahal harganya. Kehadirannya sebagai dambaan hati, tangisan pertama telah di sambut dengan gembira dan penuh harapan karena mereka adalah sebagai penerus keturunan. Dalam Alquran digambarkan, sebagai cobaan (Fitnah) bagi orang tuanya (QS. 64 : 15). Tanggung jawab untuk melaksanakan bimbingan dan mendidiknya secara lebih baik merupakan amanah dari Allah Swt yang perlu dipertanggung jawabkan dikemudian hari.

Orang tua dan pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak itu diperlukan pembiasan (Habitual) dan latihan (Drill) yang sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena kebiasaan itu akan membentuk sikap tertentu bagi anak, akhirnya mereka akan menjadi mapan dalam segala hal yang menyangkut dengan pribadinya, komunikasi, sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak akan membawa dampak yang positif pada kehidupannya masa kini maupun masa akan datang.

Keluarga sebagaimana dituliskan oleh Elizabet B. Hurluch dalam bukunya” Child Development “ Keluarga adalah faktor terpenting dalam membentuk kepribadian seorang anak, mereka bertahun –tahun hidup dalam lingkungan keluarga dibandingkan hidup di lingkungan Masyarakat, bahkan di lingkungan Sekolah. Hakikat keluarga adalah tempat utama dan pertama bagi si anak dalam membentuk kepribadian, otoritas orang tua mutlak perlu untuk mendidik bagi anak dari hal-hal yang merusak jiwanya sekalipun jasmaninya.

Kehidupan generasi saat ini bisa terjerumus ke dalam kerusakan jiwanya dan penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual dan sebagainya disebabkan oleh kelemahan orang tua dalam mendidik dan membimbingnya, kecenderungan itu datang dari interen keluarga yang terlalu memanjakan dan melindungi anak sehingga terpengaruh dari faktor eksteren yaitu lingkungan kehidupannya. Psicososial yang ada pada mereka itu sebagai akibat pengaruh lingkungan, dari itu perlu tanggung jawab orang tua yang lebih bijak dan efektif dalam mencegah mereka dari kerusakan nilai-nilai moral dalam jiwanya dan nilai-nilai kemasyarakatan.Kenakalan remaja yang kita lihat sekarang ini disebabkan dari “ Broken Home” dalam keluarganya, orang tua tidak mampu membentuk dan membangun sebuah keluarga yang baik. Dr. Abdul Mu’in menjelaskan dalam tulisannya “ Kehancuran remaja dan anak didik akan kita jumpai pada keluarga yang orang tuanya Broken Home dan bermasalah. Kehidupan remaja itu nmemerlukan perhatian orang tua secara serius dan bijaksana, sehingga mereka terbentuk sikap kepribadiannya secara utuh dan hebat sehingga mereka akan hidup dengan penuh kasih sayang dan bijaksana.

Nilai Agama Yang Kokoh
Nilai-nilai Agama yang ditanamkan dalam keluarganya merupakan pembinaan dan bimbingan bagi remaja dan anak itu tunduk dan patuh pada ajaran agama, penghayatan atas nilai tersebut akan membentuk sikap dan pribadi yang baik, perkembangan ruhaniahnya akan terarah kepada norma-norma agama. Bila pendidikan agama dalam suatu keluarga kurang mendapat perhatian yang serius dan penuh tanggung jawab terhadap kehidupan mereka sungguh akan mengakibatkan keluarga yang demikian itu hancur dan tidak harmonis.

Banyak orang tua mengeluh dan merasa sulit dalam mendidik anaknya dikarenakan nilai-nilai agama dalam keluarganya tak mampu dibina dengan baik dan tidak dapat melahirkan sikap-sikap yang bernorma agama. Orang tua tidak dapat menafikan bahwa nilai Agama dan spriritual yang sangat penting dalam kehidupan mereka era saat ini. Iman adalah sebagai filter bagi mereka dalam meniti kehidupan, mereka tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dari norma agama. Sikap patuh dan tunduk terhadap ajaran agama sebagai manifestasi dari keimanan yang ditanamkan sejak dalam kandungan.

Nilai moral yang tertanam pada generasi muda hari ini akan membuat mereka punya karakter dan budi pekerti dan sopan santun dalam jiwanya, sehingga terbentuklah sebuah keluarga, masyarakat dan bangsa yang bermoral dan berkarakter. Suatu masyarakat dan bangsa yang tidak ada lagj punya moralitas maka tungguhlah sebuah kehancuran, Seperti disinyalir oleh seorang penyair besar : Syauqi Baid dalam syairnya “ Suatu Bangsa tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlak mereka sudah rusak, maka sinarlah kejayaan Bangsa tersebut”. Dari itu bagi kita semua menginginkan masyarakat, bangsa dan negara kita hidup penuh dengan nila-nilai agama dan bermoral sehingga akan dicurahkan bangsa dan negara “Baldatun Thaibatun Warabbun Ghafur “.

Membangun Pendidikan Karakter
Nilai Pendidikan Karakter adalah upaya dalam rangka membangun karakter (character building) peserta remaja menjadi yang lebih baik. Sebab, karakter dan kepribadian sangat mudah untuk dibentuk. Secara etimologis karakter dapat dimaknai sesuatu yang bersifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, ataupun perangai.

Sedangkan secara terminologis, karakter dapat dimaknai dengan sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri seseorang atau suatu kelompok.

Hal ini bertujuan untuk menciptakan karakter dalam kehidupan generasi yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya insan  kamil. Namun, bisa diperjelas pada upaya untuk mewujudkan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, dan estetika. Bakaitan dengan itu, dalam alam empiris dapat dilihat bahwa karakter semakin menunjukkan gejala yang sangat miris dan merisaukan kita semua. Kehidupan mereka yang kontradiktif, tidak hanya di luar lingkungan pendidikan, tetapi  juga justru dilakukan oleh generasi yang didik dalam masa pendidikan ini sungguh miris melihat realitas dan kenyataan yang seperti ini.

Padahal menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan  untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Saat ini dapat dilihat dengan nyata bahwa banyaknya perbuatan yang semuanya berindikasi pada tindakan melawan hukum. karena dilakukan oleh orang-orang yang katanya terhormat dengan menduduki posisi penting di negeri ini. Semuanya sangat memiriskan untuk dideskripsikan. Tragisnya, hal itu bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh kita semua . Sebab, perilaku negatif tersebut dipublikasi secara media massa elektornik maupun media cetak. Sehingga terlihatlah dengan jelas bahwa perilaku itu sangat jauh dari karakter bangsa Indonesia yang terkenal dengan beretika yang Pacasilais.

Pendidikan Karakter ini dilaksanakan merupakan wujud integratif-interkonektif yang mencakup aspek multi-disiplin dan multi-dimensi sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif, utuh, inter-konektif antar berbagai disiplin ilmu, tidak sektoral-parsial, misalnya dalam pembejaran matematika, yang diajarkan adalah bagaimana menjumlah angka dengan baik dan tidak mengurangi penjumlahan dalam realitas jual-beli maupun aktivitas lain di luar mata pelajaran matematika.

Jadi inilah sebenarnya yang diharapkan implikasi akhir dari pendidikan karakter. Dari itu yang terpenting bagaimana mengamalkan seluruh pengetahuan yang telah dimiliki. Sebab, pengetahuan yang dimiliki tentang kebaikan, hukum, norma, benar, salah, ataupun tentang hal lainnya harus diterapkan. Sesungguhnya, hal inilah yang menjadi inti dalam pendidikan karakter. Sangat diharapkan bagi generasi ini bisa mengamalkan seluruh kompetensi pikiran yang dimilikinya. Sehingga tidak akan menyimpang apa telah mereka pelajari dalam pendidikan.

Melalui pendidikan karakter semua berkomitmen untuk menumbuh kembangkan generasi ini menjadi pribadi yang utuh untuk menginternalisasi nilai-nilai kebajikan dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Karakter merupakan proses pembelajaran yang dengan menitikberatkan pada implementasi pengetahuan. Selama ini pendidikan yang dilaksanakan kepada peserta didik adalah sebatas bagaimana menciptakan anak-anak mempunyai pengetahuan yang banyak, tanpa harus menerapkan pengetahuannya tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa untuk bisa mengaplikasikan itu diperlukan pengetahuan dan hafalan atas konstruksi ilmu tersebut. Sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak sebatas pada sifat normatif saja tetapi harus di implementasikan dalam kehidupan sehari-harinya.

Dari itu ada tiga komponen pendidikan karakter, yaitu: pertama pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa, kedua pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan, dan yang ketiga adalah pendidikan karakter yang menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa sendiri. Maka perlu hari ini bagi kita semua untuk mempersiapkan generasi bangsa ini menjadi generasi yang berkarakter sebagaimana diharapkan dan didambakan masa yang akan datang, semoga, amin ya rabbal alamin..

email : muhmuhsin@gmail.com

***

Komentar

Loading...
error: Content is protected !!