Mahasiswa Resmi Menggugat Undang Undang Pemilu Ke Mahkamah Konstitusi.

Bimcmedia.com, Jakarta. Mahasiswa resmi menggugat Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang pertama pemeriksaan pendahuluan berjalan dengan lancar. Sabtu (14/10/2023)
Mahasiswa yang melakukan gugatan tersebut diantaranya adalah Muhamad Syeh Sultan (Mahasiswa Iain Syekh Nurjati Cirebon), A Fahrur Rozi (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Tri Rahma Dona (Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung) dirinya juga merupakan ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Lampung.
Dalam keterangan rilis yang diterima Pewarta Bimcmedia.com, pihak penggugat merupakan mahasiswa yang terhimpun dalam Asosiasi Mahasiswa Hukum Tatanegara se-Indonesia (AMHTN-SI), menyebutkan gugatan tersebut diajukan atas putusan MK yang dianggap bermasalah.
" Kami mengajukan permohonan kembali untuk pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu yang kemarin sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 65/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut memperbolehkan kampanye di fasilitas pemerintanan dan tempat pendidikan selama mendapat izin dari pihak yang bertanggung jawab "
" Kami melihat klausul hukum dari putusan ini bermasalah, karena ketika kampanye di fasilitas pemerintahan dan tempat pendidikan akses perizinannya diberikan kepada masing2 pihak, jelas akan terjadi monopoli akses utk kepentingan capres tertentu." Terangnya.
Lebih lanjut pihaknya menyebutkan bahwa berdasarkan analisis dan kajian terdapat beberapa point perbandingan terhadap persoalan pemilu jika undang undang tersebut diberlakukan.
" Point pertama, Struktur birokrat kampus yang sudah tidak netral dan telah memiliki prefrensi politik tertentu terhadap pasangan calon. Point kedua, Saat ini plt kepala daerah mencapai 272 dengan persentase 60% dari total kepala daerah se Indonesia. " Jelasnya.
" Artinya, dalam penalaran yang wajar, hak konstitusional kita dirugikan sebagai warga kampus yang mengiginkan adanya Pemilu yang adil dan profesional di mana setiap pasangan capres dapat mendesiminasi gagasan dan program sebagai pemimpin di tahun 2024."
Maka untuk itu, kami meminta Mahkamah untuk menghapus kebolehan kampanye baik di fasilitas pemerintahan maupun di tempat pendidikan.
"Kedua, jika mahkamah tidak dapat mengabulkan hal tersebut, kami minta mahkamah untuk mengubah kewenangan akses perizinan, yang awalnya diberikan kepada masing2 pihak diubah dan diserahkan kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu." Tutupnya.
Komentar