Mahfud MD : Adanya Permainan Dibalik Putusan Penundaan Pemilu 2024

Bimcmedia.com, Jakarta : Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan, pemilu akan digelar. Mahfud kemudian mendalilkan adanya permainan di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN) yang meminta penundaan pilkada karena putusan tersebut terbukti tidak benar.
"Pemilihan ini sebentar lagi. Harus ke pengadilan, tapi harus ke pengadilan, pengadilan militer salah, bagaimana kalau masalah hukum administrasi dimasukkan ke dalam hukum perdata?"
Mafud mengatakan, keputusan menunda pilkada tidak ada hubungannya dengan independensi peradilan. Mahfud mengatakan, putusan pemilu tidak berada di bawah yurisdiksi pengadilan biasa.
“Kalau hakim tidak bisa menggugat, bukan soal independensi hakim. Tapi di kedokteran, independensi itu terikat etika dan sebagainya, tapi kalau ilmunya salah, punya panitia sendiri, ya dokter, kalau komite etik, maka Komite Disiplin berurusan dengan pengetahuan, kan??, jika masuk ditolak, Peraturan MA dikeluarkan, tidak ada kasus yang sedang diadili, keputusan akan dibuat, tetapi keputusan itu tidak berada dalam yurisdiksi pengadilan biasa. Sudah ada Perman No 2 tahun 2019," Ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan, pemerintah akan tetap mendukung pemilu yang sedang berlangsung. Mahfud mengatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bisa dibatalkan oleh KPU jika dia mengajukan banding.
"Kalau pemerintah melanjutkan persiapan ini, kalaupun mereka mau, itu karena mereka salah kamar. Ya, kalau mereka banding, abaikan saja," imbuhnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Kongres terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menghukum KPU karena menunda pemilihan.
Pihak pertama mengajukan gugatan perdata kepada KPU pada 8 Desember 2022 dengan nomor registrasi 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan diketahui tanggal Kamis (2 Maret 2023).
Partai berkuasa menilai KPU berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam verifikasi administrasi partai politik yang tertuang dalam “Ringkasan Hasil Verifikasi Administratif Calon Partai Politik” (TMS), dan tidak dapat mengikuti verifikasi fakta.
Padahal, setelah diteliti dan dikaji oleh Pihak Prima, jenis berkas yang sebelumnya dinyatakan TMS juga dinyatakan layak oleh KPU, hanya ditemukan beberapa masalah. Partai Prima juga menyebut keanggotaannya dinyatakan TMS di 22 negara bagian karena KPU gagal melakukan uji tuntas dalam verifikasi.
Akibat kesalahan dan ketidakakuratan KPU tersebut, Partai Prima mengaku mengalami kerugian nonmateril yang menimpa anggota partai di seluruh Indonesia dan menuntut agar KPU dihukum karena tidak menjalankan sisa Pemilu 2024 selama empat bulan tujuh hari.
Putusan dibacakannya adalah, "Setelah putusan ini saya keluarkan, saya akan menghukum terdakwa yang tidak menjalankan sisa tahapan Pemilu 2024, dan itu akan berlangsung sekitar 2,4,7 hari sejak dimulainya tahapan tahapan Pemilu.”
***
Komentar