Makin Tinggi Pendidikan Orang Tua, Makin Bagus Karakter Anak dalam Rumah Tangga
Bimcmedia.com, Opini - Pendidikan sangat memengaruhi kehidupan setiap individu. Pengaruh yang paling signifikan tampak dalam mendapatkan pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin menarik tawaran kerja yang datang padanya. Hal ini lumrah terjadi di Indonesia yang masih memegang teguh perihal tersebut. Mungkin berbeda saat kita membicarakan pendiri Facebook maupun Microsoft yang drop out dari bangku kuliah.
Sejauh mana pendidikan menjadikan manusia lebih baik? Mengamati beragam perilaku siswa yang terjadi saat ini; pelecehan seksual, kekerasan dari guru, kekerasan sesama siswa, semuanya dapat terjadi karena pendidikan kita sedang dalam masa krisis moral disebabkan mengejar hasil bukan proses pendidikan itu berpengaruh terhadap masa depan seseorang.
Pendidikan Orang Tua
Anak lahir dan besar dalam lingkungan keluarga, setiap perbuatan yang dilihat dan dirasa dari dalam diri orang tua akan dicontek habis-habisan. Tidak tertutup kemungkinan pola pikir anak dipengaruhi oleh tingkah polah kedua orang tuanya.
Orang tua yang memiliki pendidikan dasar rendah setidaknya berpengaruh dalam mendidik anak. Hal ini karena orang tua kurang mendapatkan stimulus berarti dari berbagai pengetahuan. Sebagian besar orang tua dari golongan ini juga bekerja sebagaimana mestinya status pendidikan tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua cenderung bekerja sebagai petani maupun buruh kasar lainnya.
Lantas, bagaimana pendidikan terhadap anaknya? Orang tua sudah terlalu lelah bekerja maupun tidak mampu membantu anak mengerjakan tugas dari sekolah. Sekali kesempatan, saat anak masih di bangku SD, orang tua masih mampu mengajari penjumlahan dan pengurangan.
Saat anak sudah lebih tinggi pendidikannya maka orang tua membiarkan anak seorang diri memecahkan permasalahan yang terjadi.
Pada kondisi orang tua seperti ini, mereka sudah menyerahkan pendidikan anak secara keseluruhan kepada guru di sekolah dan kepada guru mengaji di malam hari. Urusan hasil setelah pembelajaran bukanlah persoalan bisa atau tidak melainkan anak mau atau tidak menghadiri proses belajar mengajar.
Golongan kedua adalah orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Pengaruh besar orang tua terhadap anak terlihat dari keberhasilan anak dari kalangan kelas menengah ke atas ini. Orang tua sudah menegur, menemani dan mengevaluasi hasil belajar anak. Nilai-nilai yang didapat di sekolah akan mendapat tanggapan dari orang tua. Nilai bagus, orang tua akan bangga dan mengelus kepala anaknya. Nilai kurang bagus, orang tua akan memberikan hukuman tertentu supaya anak kembali belajar dengan giat.
Pada golongan, orang tua sudah memerlakukan batasan-batasan tertentu sehingga anak patuh dan fokus dalam belajar. Misalnya saja, orang tua sendiri mengatur jadwal belajar, istirahat dan bermain anak sehingga waktu 24 jam benar-benar dimanfaatkan dengan baik.
Tayangan Televisi
Televisi sungguh berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Wajar saja ketika KPI selaku polisi media di Indonesia mengirimkan teguran bahkan perhentian tayangan suatu program. Beragam tayangan televisi hadir 24 jam penuh melalui berbagai channel. Namun rupanya, penyelenggara pertelevisian swasta semata-mata masih mengejar materi supaya dapat menutupi biaya operasional.
Jauh dari kesan edukasi, tayangan televisi malah menjerumuskan perilaku anak kepada akhlak kurang terpuji. Sebagai contoh, benar kiranya KPI melarang penayangan Ganteng-Ganteng Serigala maupun Manusia Harimau, pada jam tersebut anak-anak Indonesia di wilayah waktu bagian barat belumlah terlelap.
Orang tua yang kurang paham dan kurang aktif dalam mengetahui perkembangan anak ikut nonton bersama. Akhirnya, anak-anak malah pandai meniru aktor kisah dongeng itu ke dalam dunia nyata. Bersama teman-teman mereka, anak-anak mempraktikkan gigi bertaring untuk menakut-nakuti orang lain.
Pengekangan Keputusan Guru
Imbas dari kedua faktor tersebut di atas adalah tidak terkontrolnya sifat anak. Guru hanya sebatas pengajar yang mampu mengontrol dalam waktu singkat, disertai banyak siswa maka tidak semua dapat diatasi dengan mudah. Selain itu, tingkah laku guru saat ini sudah dimata-matain pihak luar perkarangan sekolah sehingga keputusan guru memengaruhi sikap siswa.
Guru yang melanggar sedikit (misalnya memukul siswa karena alasan tertentu), tanpa menindaklanjuti permasalahan yang muncul orang tua maupun pihak yang mengedepankan HAM langsung memvonis guru tersalah. Benar dikesempatan lain guru bersalah tetapi tidak semua melakukan pelanggaran. Akibat dari pembelaan orang tua dan pegiat HAM tersebut, anak menjadi manja dan keras kepala.
Alih-alih belajar yang tekun malah membuat onar di dalam kelas tanpa mendengar penjelasan guru. Si guru yang terlampau ketakutan karena sanksi hukum yang digadang-gadang ahli HAM membiarkan saja tingkah laku siswa di dalam kelas. Sebatas berteriak memanggil nama siswa bandel sama saja dengan menyanyikan lagu kebangsaan di upacara setiap Senin pagi.
Akibat dari didiktenya keputusan guru oleh pihak luar adalah beredarnya video mesum dan kekerasan di media sosial. Hal ini terjadi karena orang tua tidak mematuhi perintah guru (sekolah). Setiap sekolah punya kebijakan untuk tidak membawa peralatan komunikasi. Sisi lain bahwa orang tua tersalah membeli barang mewah untuk anak-anak masa sekolah.
Aturan baku sekolah sudah jelas. Guru sudah membimbing ke arah lebih baik. Kejadian negatif muncul karena anak dimanja oleh orang tua dan HAM serta tayangan televisi. Lihat saja kekerasan di dua sinetron yang saya sebutkan di atas; perkelahian, dialog kasar dan tak beradab, pakaian seksi, smartphone kelas atas, dan adegan-adegan lain. Anak-anak meniru karena pemeran itu idola masa kini.
Begitulah penilaian pendidikan kita, sayangnya pemangku kebijakan pendidikan Indonesia malah mengevaluasi hasil belajar pada angka-angka tinggi saja. Masa modern tidak bisa dihindari, tetapi anak dapat diarahkan dan tidak dimanja dengan teori-teori HAM sehingga tak patuh lagi pada ucapan guru dan orang tua.
---
Penulis: Ubaidillah
Komentar