Pemicu Terjadinya Kekerasan Pada Generasi Muda Ditinjau dari Teori Agresi Sosial

Pemicu Terjadinya Kekerasan Pada Generasi Muda Ditinjau dari Teori Agresi Sosial

Oleh :
Melly. S
()

Bimcmedia.com, Opini : Agresi merupakan perilaku primitif yang keberadaannya telah diakui secara turun temurun. Jika di awal sejarah manusia perilaku agresi dilakukan untuk tujuan survival, maka kini agresi bisa terjadi atas dasar motif yang sangat beragam. Sebagai sebuah perilaku yang bertujuan untuk merusak/melukai/menyengsarakan suatu objek atau pihak tertentu, agresi dipandang serius dalam dunia individu, relasi antar individu maupun dalam masyarakat, dan tetap menjadi misteri karena banyaknya kejadian yang sampai pada taraf menguatirkan.

Sejalan dengan itu, ditunjukkan pula bahwa prevalensi perilaku agresi sendiri telah memicu timbulnya berbagai masalah sosial yang layak menjadi perhatian dan kondisi itu dapat terjadi dalam berbagai konteks budaya
Teori lama dari para psikolog sosial menyetujui agresi dibagi menjadi dua komponen, yakni agresi fisik dan agresi non fisik.

Agresi fisik merupakan tindakan agresi yang berdampak melukai fisik (contoh: memukul, menendang, menampar), sedangkan agresi nonfisik meliputi agresi verbal (contoh: membentak, mengolok-olok, melecehkan) dan agresi relasional/sosial (contoh: menggosipkan seseorang, mengisolasi sosial, menyindir berbau SARA). Sejalan dengan berkembangnya zaman, agresi menjadi lebih luas lagi dan seringkali menggunakan media elektronik.

Dalam kehidupan saat ini, ada banyak hal yang terjadi akibat dari agresi sosial. Problematika kekerasan yang sudah mendunia menjadi sebuah isu yang harus terselesaikan dengan beberapa upaya. Seperti halnya dengan fenomena saat ini yang sedang maraknya kekerasan yang dilakukan oleh para remaja serta dewasa disebabkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal.

Wujud dari tidak bisanya individu dalam mengontrol diri menyebabkan terjadinya hal yang tidak diinginkan dan melukai orang lain. Tidak hanya itu, faktor lainnya disebabkan oleh media yang berkembang luas sehingga tidak adanya filter dari seseorang dalam mendunianya media. Tentunya, setiap media ada hal positif dan negatif yang bisa diambil, sehingga hal ini penting untuk lebih bijak dalam menanggapi media sosial yang berkembang di masyarakat saat ini.

Ada banyak kekerasan yang terjadi, tidak hanya berbentuk fisik, namun ada juga yang berbentuk verbal. Pemicu dari banyaknya kasus kekerasan disebabkan karena tidak bisanya individu dalam mengontrol diri dan terbuai dengan media yang menyediakan banyak ragam hal negatif yang perlu difilter kembali.

Pada masa sekarang, umat Islam di berbagai belahan dunia memperoleh perlakuan agresif karena prasangka yang ada dalam diri agresor. Umat Islam minoritas Rohingya, Burma, mendapat perlakuan berupa pembantaian karena umat Budha Rohingya memandang umat Islam sebagai umat yang tidak mau menyatu dengan umat Budha. Berbagai perlakuan kekerasan dan agresi yang diterima umat Islam minoritas di Eropa dan Amerika tak lepas dari prasangka yang diarahkan kepada umat Islam.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Starbac dan Lishaug bahwa umat Muslim menjadi target prasangka warga Eropa Barat, bahkan jauh hari sebelum peristiwa 11 September. Kontrol diri dan agresi seperti dua kutub yang saling bertolak belakang.

Hal ini ditunjukkan dalam riset yang melihat kuatnya pengaruh sifat agresif dalam memprediksi munculnya perilaku marah, sementara di sisi lain kuatnya kontrol diri mengarah pada minimnya perilaku marah yang muncul. Saat desakan agresi menguat, kontrol diri dapat membantu seseorang untuk mengabaikan dorongan pemenuhan kebutuhan agresinya, dan menolong individu tersebut untuk merespon sesuai dengan standar personal atau sosial dengan memberi peringatan pada agresi.

Mencermati hal ini, bisa dipahami apabila terdapat hal-hal yang melemahkan, kontrol diri melemah maka agresi akan meningkat, dan sebaliknya jika ada faktor-faktor yang menguatkan kontrol diri, maka di situlah kemudian agresi akan menurun.
Berbagai agresi yang terjadi dalam sejarah umat manusia di masa lalu dan masa kini, kemungkinan juga di masa depan, diawali oleh prasangka. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan prasangka sosial menghasilkan berbagai dampak buruk berupa peningkatan agresivitas.

Media sosial menjadi salah satu contoh masa kini yang menyebarkan banyak ragam informasi sekaligus adanya ujaran kebencian. Sebagai penikmat media sosial tentunya harus bijak dalam menyikapi kondisi saat itu yang hampir semua menggunakan media sosial, baik itu menyebabkan efek positif maupun negatif.

Banyak kejadiaan saat ini, yang saling membenci dan menyuarakannya di media sosial, dari hal tersebut banyak terjadi pemicu keributan yang mengikutsertakan banyak individu. Ini menjadi problematika saat ini yang sudah sering terjadi di kalangan pengguna media sosial.

Tidak hanya berbentuk kekerasan fisik, namun ada juga yang berbentul verbal dengan menyebarkan ujaran kebencian yang memicu pertengkaran di media sosial.
Beberapa faktor penyebab perilaku agresi, diantaranya ada pada kondisi internal dan eksternal. Gen, hormon, kimia darah, instink, stres, emosi, frustasi, dan konsep diri menjadi berbagai penyebab terjadinya perilaku agresi dalam kondisi internal.

Sedangkan, keluarga, rekan sebaya, tetangga, dan sekolah menjadi faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perilaku agresi. Perilaku agresi signifikan disebabkan oleh adanya faktor internal, diantaranya frustasi, stress, kesepian dan keluarga. Hal yang serupa juga dikemukakan dari hasil penelitian Potirniche dan Enache (2014) bahwa faktor utama penyebab perilaku agresi adalah kondisi keluarga yang tidak baik dan tidak harmonis.

Faktor pemanasan global yang sedemikian cepat juga dapat meningkatkan kekerasan di seluruh dunia. Adanya peningkatan kemiskinan, kekurangan gizi, dan masalah dalam keluarga akan meningkatkan anak-anak yang berkembang menjadi remaja dan orang dewasa yang rentan terhadap perilaku agresi.

Perilaku agresi yang dilakukan seseorang muncul dari suatu dorongan (drive) yang ditimbulkan oleh faktor-faktor eksternal untuk menyakiti ataupun melukai oranglain. Teori dorongan atas agresi memunculkan perilaku untukmenyakiti oranglain. Teori dorongan atas agresi menjelaskan bahwa perilaku agresi terjadi dari dalam oleh dorongan untuk menyakiti orang lain. Dorongan-dorongan tersebut muncul dari berbagai kejadian eksternal.

Berdasarkan perkembangan zaman, banyak generasi muda saat ini cenderung menggunakan emosi dalam menyelesaikan permasalahan. Kondisi emosi yang belum stabil dalam mengambil berbagai keputusan. Hal ini mendorong mereka melakukan kekerasan. Perilaku agresi merupakan bentukperilaku fisikmaupun lisanyangbersifatnegatif yang diawali dengan maksud dan tujuan untuk melukai dan menyakiti orang lain.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan remaja dalam melakukan tindakan agresi. faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku agresi diantaranya adalah siswa melakukan perilaku agresi dipengaruhi oleh faktor teman sebaya dan lingkungannya, harga diri, serta mencari kesenangan.

Referensi
Putri Febriana, Mengapa Remaja Agresi?, Jurna; Psikologi Terapan dan Pendidikan, Vo. 1, No. 1, 2019.
Fuad Nashori, Psikologi Prasangka dan Agresi, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2007)
Lita Widyo Hastuti, Kontrol Diri dan Agresi: Tinjauan Meta-Analisis, Buletin Psikologi, Vol. 26, No. 1, 2018.

Komentar

Loading...
error: Content is protected !!