Pertukaran Mahasiswa Merdeka: Meningkatkan Pengetahuan Saintifik, Mempertajam Kesadaran Budaya Nasional
Bimcmedia.com, Meulaboh-Untuk mengawali tulisan ini, saya teringat kutipan dari Tan Malaka “tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan.”Pesan ini dapat dibaca sebagai peringatan bahwa pendidikan itu merupakan faktor utama pembentuk peradaban.
Pendidikan bukan semata-mata untuk meningkatkan kompetensi individu dari hasil kalkulasi kognitif. Namun pendidikan adalah menghaluskan budi luhur, sehingga siapa pun yang berpendidikan ia mampu memanusiakan manusia.
Untuk dapat sampai pada dimensi pendidikan yang memanusiakan itu, maka perguruan tinggi perlu mengedepankan pendekatan diferensiasi yang mengakui keberagaman karakteristik peserta didik. Bukan malah menyeragamkan pemikiran yang berujung pada penyeragaman pendekatan pendidikan.
Dalam konteks tersebut, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia merupakan sarana bagi pembentukan karakter mahasiswa yang unggul secara akademik dan memiliki sensitifitas kebudayaan.
Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) merupakan program kampus merdeka yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan pertukaran di seluruh kampus di Indonesia, dengan di fasilitasi transportasi dan biaya hidup saat program berlangsung.
Sebagai salah satu awardee program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) tahun 2022, saya merasakan manfaat yang luar biasa dari kegiatan ini.
Awalnya saya mendapatkan informasi tentang program tersebut dari senior saya dari Universitas saya. Lalu saya pun tertarik dan mencoba mendaftarkan diri. Saat itu, proses seleksi terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya, yaitu, tahap 1 yaitu seleksi berkas. Pada tahap ini mahasiswa diharuskan mengisi semua berkas yang diminta ke laman akun PMM. Lalu tahapan 2 yaitu mengikuti tes survei kebhinnekaan.
Setelah dinyatakan lulus, mahasiswa wajib mengikuti pembekalan keberangkatan. Pada tahap 1, mahasiswa diharuskan memilih kampus tujuan. Saya memilih kampus dengan cara menganalis dan menelaah kampus yang paling cocok dengan tujuan saya. Hal itu dilakukan melalui konsultasi dengan Ketua Program Studi dan Pembimbing Akademik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih kampus tujuan, yaitu, kampus yang memiliki beberapa persamaan dengan program akademik Prodi Ilmu Komunikasi UTU baik dari mata kuliah yang ditawarkan, jadwal kuliah, dan kampus negeri. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan konversi nilai setelah PMM berakhir. Dengan pertimbangan yang ada saya menjatuhkan pilihan pada Universitas Pembangunan Negeri (UPN) Veteran Jawa Timur di Surabaya.
Dari program ini, saya mendapatkan pengalaman yang sangat banyak baik dari aspek pendidikan maupun kebangsaan. Dari aspek pendidikan, saya mendapatkan pengetahuan yang banyak terkait keilmuan komunikasi. Saya bertemu dengan dosen-dosen pengampu mata kuliah dengan kepakaran keilmuan yang luas. Dinamika kelas juga berlangsung sangat baik sehingga membantu saya bukan hanya memahami mata kuliah dengan mudah namun juga mendukung pengembangan soft skill. Dari aspek nilai-nilai kebangsaan, PMM ini telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melihat kebudayaan Indonesia yang berbeda. Tantangan menjadi individu Indonesia adalah kemajemukan yang dapat memicu terjadinya konflik berbasis SARA.
Namun PMM menjadi salah satu sarana dalam meningkatkan kesadaran kebudayaan nasional dan kemajemukan Indonesia. PMM diikuti oleh banyak peserta dari seluruh Indonesia, hal ini menjadi peluang bagi penanaman solidaritas kebangsaan dan memperkuat semangat persatuan nasional.
Berasal dari ujung Sumatera yang berada di kota kecil menuju ke Kota Besar kedua di Indonesia pastinya membuat saya “Culture Shock”. Dari hal-hal kecil seperti saat membeli makanan di warung-warung tidak diberikan air putih gratis-nya, jalan raya yang berlipat-lipat kali lebih besar, transportasi umum dan infrastruktur kota yang sangat bagus, dan life style masyarakat yang jauh berbeda, serta perbedaan iklim dan budaya belajar mahasiswa di Jawa dengan di Aceh padahal menggunakan kurikulum yang sama.
Saat pertukaran pun saya mendapatkan banyak teman dari seluruh penjuru Indonesia seperti Sumatera Utara, Bengkulu, Manado, Kalimantan, Makassar, dan Papua. Hidup seatap dengan berbagai suku tentunya melahirkan banyak sekali perbedaan dan perbedaan tersebut juga menciptakan beberapa problematik, seperti perbedaan pendapat dan intoleransi yang terjadi sehingga menggoncangkan mental mahasiswa. Banyak hal yang awalnya membuat Culture Shock menjadi suatu pelajaran tersendiri bagi saya. Di balik segala problematik yang ada tak kalah banyak hal menarik yang saya dapatkan dari pertukaran ini.
Saya bisa belajar banyak tentang adat dan budaya berbagai suku di Indonesia, saya menambah dan memperkuat relasi, menciptakan banyak kenangan indah dan mengukir petualangan dan pengalaman. Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi saya sangat bersyukur bisa melakukan pertukaran di UPN Veteran Jawa Timur, dimana Prodi Ilmu Komunikasi di kampus tersebut memiliki berbagai ekstrakulikuler yang sangat bagus di Jawa Timur itu sendiri.
Prodi Ilkom di UPN Veteran Jawa Timur memiliki Radio, Stasiun Televisi, Studio Fotografi dan memproduksi film sendiri. Banyak hal-hal praktis yang saya dapatkan sebagai seorang ilkomers untuk belajar hal tidak saya dapatkan di Universitas asal saya.
Program PMM juga memiliki Mata Kuliah Modul Nusantara dimana MK tersebut mewajibkan mahasiswa untuk mengekplorasi kebudayaan di daerah pertukaran tersebut. Setiap mahasiswa sangat menyukai MK modul nusantara ini tak terkecuali saya. Karena banyak hal yang dapat terexplore seperti mengunjungi berbagai tempat wisata di Jawa Timur, mengunjungi TVRI Jawa Timur, dan RRI Surabaya.
Setelah PMM berakhir, pengurusan konversi nilai pun dilakukan. Proses konversi nilai dilakukan setelah kampus pertukaran mengeluarkan nilai KHS (Kartu Hasil Studi), lalu KHS kampus pertukaran tersebut diserahkan ke kampus asal dan di konversi sesuai dengan MK yang dipilih. Pada kasus saya dahulu, kampus pertukaran menyediakan beberapa MK yang di kampus asal saya berada di semester 5 dan 7 sedangkan saya masih berada di semester 3.
Akhirnya di semester 5, saya kembali mengambil MK semester 3 di kampus asal saya. Nilai Indeks Prestasi (IP) yang saya dapatkan saat pertukaran lebih rendah dibandingkan yang saya dapatkan di kampus asal saya pada semester 1 dan 2 yang membuat nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) saya menurun. Walaupun demikian, saya bisa mendapatkan banyak pelajaran yang sebelumnya saya tidak dapatkan dan dari itu saya bisa menjadi mahasiswa yang lebih rajin dan aktif lagi.
Singkatnya keseluruhan Program PMM 2 sangat memuaskan. Perbedaan-perbedaan yang ada menjadi warna-warni kehidupan yang sangat berarti.
Perbedaan bukanlah suatu kesalahan, tetapi bagaimana perbedaan tersebut menjadi suatu kekuatan. Jikalau bisa bersuara, saya sangat merekomendasikan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka karena memiliki banyak benefit. Namun saya juga menyarankan agar Pihak Panitia Program PMM mewajibkan setiap mahasiswa yang hendak mengikuti program PMM untuk mengikuti pembekalan keberangkatan agar mereka mengerti dan paham bagaimana cara toleransi dengan berbagai perbedaan yang ada.
Penulis :Ulfa D. Utari
(Anggota UKM Pers Timang Universitas Teuku Umar)
Komentar